In society, people have fulfilled the core of the
cultural interaction which shows the most crucial relations and interactions
among people themselves. We can still find some people do a primitive way to
make some contracts or agreements; in addition, they sometimes only put
agreements on “promises” which furthermore leads to confusions and, in serious
condition, disputes. In Islamic teaching as proclaimed in the verses, every transaction
must be written in deal between people.
Fikih
muamalat Islam membedakan antara wa’ad dengan
akad. Wa’ad adalah janji (promise) antara satu pihak
kepada pihak lainnya, sementara
akad adalah kontrak antara dua
belah pihak. Jadi wa’ad hanya mengikat
satu pihak, sementara yang diharuskan dalam transaksi adalah hal yang bisa mengikat dua pihak yaitu para pelaku transaksi dan
akan lebih sempurna lagi jika memiliki saksi yang akan membantu kebeneran
transaksi. Di lain pihak, akad mengikat kedua belah
pihak yang saling bersepakat,
yakni masing-masing pihak terikat untuk melaksanakan kewajiban mereka
masing-masing yang telah disepakati terlebih dahulu. Dalam akad,
terms and condition-nya sudah ditetapkan secara rinci dan spesifik
(sudah well-defined). Bila salah satu atau kedua pihak yang terikat dalam
kontrak itu tidak dapat memenuhi kewajibannya, maka ia/mereka menerima sanksi
seperti yang sudah disepakati dalam akad.
Akad Tabarru
Akad tabarru adalah segala macam transaksi dan
perjanjian yang bersifat not for profit transaction. Transaksi ini dilakukan
dengan tujuan membanntu dan tolong-menolong dalam rangka berbuat kebaikan.
Tidak diperbolehkan sedikitpun mengambil laba dari akad tabarru. Contoh
akad-akad tabarru adalah qard, rahn, hiwalah, wakalah, kafalah,
wadi’ah, hibah,waqf, shadaqah,hadiah, dll.
3
(tiga) bentuk umum akad
tabarru :
1.
Meminjamkan Uang (lending $)
2.
Meminjamkan Jasa Kita (lending yourself)
3.
Memberikan sesuatu (giving something)
Akad Tijarah
Akad tijarah adalah akad yang menyangkut for profit
transaction. Akad-akad ini dilakukan dengan tujuan mencari keuntungan. Banyak
sekali yang harus diperhatikan dalam akad tijarah karena menyangkut keadilan
antara kedua pihak yang sama-sam mencari manfaat atau keuntungan dari pihak
lain sehingga akad ini sangat penting dan juga sedikit rumit. Contoh
akad tijarah adalah akad-akad
investasi, jual-beli, sewa-menyewa, dll.
Akad Jual-Beli (Al-Bai’. Salam, dan Istishna’)
1.
al-Bai’ naqdan (barang ada ketika uang
ada)
2.
al-Bai’ Muajjal (barang ada
namun pembanyaran diangsur)
3.
Salam (pembayaran dahulu baru barang di akhir periode
pembayaran)
4.
Istishna’ (pembayaran dahulu yang
diangsur secara berkala dan barang didapat di akhir pembayaran)
al-Bai’
naqdan adalah akad jual beli biasa yang dilakukan secara tunai. (Al-Bai’ berarti
jual beli, sedangkan naqdan artinya tunai). Dalam gambar 5.3 di
atas terlihat bahwa baik uang maupun barang
diserahkan
di muka pada saat yang bersamaan, yakni di awal transaksi (tunai). Jual beli cicilan ini
disebut al-bai’ muajjal.
Pada
jenis ini, barang
diserahkan di awal periode, sedangkan uang dapat diserahkan pada periode
selanjutnya. Dan juga akad murabahah
yaitu bagi hasil dari pinjaman seseorang atau simpanan.
Dalam akad jual-beli
memang sangat diperlukan asas saling percaya. Namun terkadang banyak
pedagang-pedagang yang menyalahi aturan dan membuat kepercayaan terhadap
penjual barang menurun. Terdapat pula proses transaksi yang terkadang hanya
menguntungkan penjual tanpa jaminan yang kuat bagi si pembeli. Seperti dalam
jual-beli online yang sangat kurang
dalam hal kejelasan barang, contohnya si pembeli tidak dapat melihat barang
secara langsung sehingga keputusan dalam membeli masih mengandung keraguan dan
akan lebih bermasalah lagi ketika ternyata barang yang dibeli tidak sesuai
dengan yang si epmbeli inginkan. Disanalah letak kelemahan dan celah-celah dari
akad yang kurang jelas. Akan lebih baik jika antara kedua pihak bertemu
langsung. Penjualan secara online
memang sangat mempermudah namun alangkah lebih baik jika penjual dan pembeli
bertemu setelah mereka bersepakat secara online.
Pembelian barang yang
unik secara online adalah contoh “kaskus”, ada hal yang menarik yang harus kita
amati yaitu menggunakan jasa orang ke-3 sebagai penyimpanan uang transaksi.
Yaitu jika pihak pertama bersedia membeli barang ke pihak ke-2 dan mereka
bersedia memakai pihak ke-3 yang terpercaya untuk menyimpan uang yang
ditransfer orang ke-1 sehingga oang ke-2 belum bisa mencairkan uang sebelum
barang yang diminta itu diterima oleh si oang ke-1 (pembeli), ketika pembeli
telah melihat barang dan setuju maka uang bisa dicairkan oleh pihak ke-2
melalui pihak ke-3 setelah konfirmasi diterima. Hhal ini cukup menarik karena
pembelian online teras lebih aman.
Perlu lagi dikaji ulang masalah ini dan dibentuk lagi dengan proses yang
berlandaskan syariah dengan harapan akan mensejahterakan semua pihak.
Akad Sewa-Menyewa (Ijarah dan IMBT)
adalah
akad untuk memanfaatkan jasa, baik jasa atas barang ataupun jasa
atas tenaga kerja. Bila digunakan untuk mendapatkan manfaat barang, maka disebut
sewa-menyewa. Sedangkan
jika digunakan untuk mendapatkan manfaat tenaga kerja, disebut upah-mengupah.
Sedangkan ju’alah adalah akad ijarah yang pembayarannya didasarkan atas kinerja
(performance) objek yang
disewa/diupah.
Pada ijarah, tidak terjadi perpindahan kepemilikan objek ijarah. Objek ijarah
tetap menjadi milik yang menyewakan.
Natural Uncertainty Contracts (NUC)
Dalam
NUC, pihak-pihak yang bertransaksi saling mencampurkan asetnya (baik real
assets maupun financial
assets) menjadi satu kesatuan,
dan kemudian menanggung resiko bersama-sama untuk mendapatkan keuntungan.
Contoh-contoh
NUC adalah sebagai berikut:
a.
Musyarakah (wujuh,
‘inan, abdan, muwafadhah, mudharabah)
b.
Muzara’ah
c.
Musaqah
d.
Mukhabarah
Dalam
akad syirkah wujuh, bila mendapat laba, maka keuntungan
pun dibagi
berdasarkan kesepakatan nisbah antara masing-masing pihak. Sedangkan bila rugi,
maka hanya pemilik modal saja yang akan menanggung kerugian finansial yang
terjadi. Pihak yang menyumbangkan
reputasi/nama baik, tidak perlu menanggung kerugian finansial,
karena ia tidak menyumbangkan modal finansial apapun. Namun demikian,
pada dasarnya ia tetap menanggung
kerugian
pula, yakni jatuhnya reputasi/nama baiknya.
Dengan konsep ini maka akan adil bagi si pemilik
perusahaan dan juga pemilik modal. Dan haruslah jelas pembagian keuntungannya
sehingga tidak terjadi sengketa yang malah akn menghancurkan bisnis. Meskipun
si pemilik perusahaan tidak menyumbang modal, jika sudah ditetapkan pembagian
hasil maka dia berhak mendapat bagian yang telah disepakati.
Dalam
akad syirkah ‘abdan, Bila mendapat laba, maka laba itu akan
dibagi menurut nisbah yang disepakati oleh pihakpihak yang berserikat.
Sedangkan bila terjadi kerugian, maka kedua belah pihak akan sama-sama menanggungnya,
yakni dalam bentuk hilangnya segala jasa yang telah mereka kontribusikan.
Dalam
akad syirkah mudharabah,
bila mendapat keuntungan maka laba tersebut harus dibagi menurut nisbah
bagi hasil yang disepakati oleh kedua belah pihak. Sedangkan bila mendapat kerugian, maka penyandang modal
(shahib almal) yang
akan menanggung kerugian finansialnya. Pihak yang mengkontribusikan
jasanya (mudharib) tidak menanggung kerugian finansial apapun,
karena ia memang tidak memberikan kontribusi finansial apapun. Bentuk kerugian yang akan ditanggung oleh
mudharib berupa
hilangnya waktu dan usaha yang selama ini sudah dikerahkan tanpa mendapatkan
imbalan apapun.
Selain
akad musyarakah, terdapat
juga kontrak investasi untuk bidang
pertanian
yang pada prinsipnya sama dengan prinsip syirkah. Bentuk kontrak bagi hasil yang
diterapkan pada tanaman pertanian setahun dinamakan muzara’ah. Bila bibitnya
berasal dari pemilik tanah, maka
disebut
mukhabarah. Sedangkan bentuk kontrak bagi hasil yang diterapkan pada tanaman
pertanian tahunan disebut musaqat.
No comments:
Post a Comment